SETIAP tahun ajaran baru, pertanyaan yang sama kembali muncul di banyak keluarga, apakah anak sudah siap masuk sekolah dasar? Kesiapan anakuntuk mulai
bersekolah bukan hanya dilihat dari usia atau kemampuan membaca dan berhitung, tetapi juga termasuk emosional, sosial, dan mental.
Tak jarang, anak yang secara usia memenuhi syarat ternyata masih kesulitan beradaptasi di lingkungan sekolah. Sebaliknya, ada pula anak yang belum genap usia yang disyaratkan namun menunjukkan kemandirian dan ketahanan emosi yang baik. Kondisi ini memunculkan pertanyaan penting, apakah kesiapan sekolah bisa diukur hanya dari angka usia, atau ada faktor lain yang lebih menentukan?
Dokter spesialis anak Hesti Lestari menjelaskan bahwa kesiapan anak masuk sekolah bersifat multidimensi dan tidak dapat disederhanakan hanya berdasarkan usia kronologis. "Kesiapan sekolah itu bersifat multidimensi, siap secara sosial-emosional, fisik-motorik, komunikasi-bahasa, kognitif, serta cara belajar. Semua dimensi ini saling menunjang," kata dia," kata Hesti dalam seminar daring “Kapan dan Usia Berapa Sebaiknya Anak Mulai Sekolah” yang digelar Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pada Selasa, 16 Desember 2025.
Pilihan Editor: Kapan Anak bisa Mendapatkan Ponsel
Dokter yang juga anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Tumbuh Kembang dan Padiatri Sosial IDAI itu menambahkan, seorang anak dikatakan siap sekolah ketika ia telah mencapai tonggak perkembangan yang memungkinkan dirinya mengatur stimulasi perhatian dan emosi, sehingga mampu bertahan dalam proses belajar. Kesiapan sekolah bukanlah satu faktor tunggal, melainkan gabungan dari berbagai aspek perkembangan yang saling terkait.
Usia memang menjadi salah satu pertimbangan, tetapi bukan satu-satunya. Inilah lima dimensi kesiapan anak sebelum orang tua memutuskan mendaftarkannya masuk sekolah.
1. Kesiapan sosial-emosional
Kesiapan sosial membantu anak berintegrasi di dalam kelas dan menjadi bagian dari kelompok. Anak diharapkan mampu berinteraksi dengan teman sebaya secara efektif, menujukkan perilaku atau budi pekerti yang baik, menghargai teman, bekerja sama, serta kemampuan mengontrol diri. "Ini harus disiapkan sejak anak masih dalam usia dini, sehingga anak akan siap menghadapi proses belajar mengajar," kata dia.
Pilihan Editor: Sederet Risiko Membayangi Influencer Cilik
Selain itu, kematangan emosional juga menjadi aset penting. Anak yang siap sekolah umumnya mampu memperhatikan, tidak mudah mengganggu teman, tidak menangis berlebihan setiap mengalami kegagalan, memiliki rasa percaya diri, dan rasa ingin tahu yang sehat.
2. Kesiapan fisik dan motorik
Aspek fisik tidak kalah pentingnya dibanding sosial-emosional. Anak perlu memiliki kecukupan energi dan daya tubuh yang baik agar mampu mengikuti aktivitas belajar. Gangguan pendengaran dan penglihatan dapat menjadi sumber kesulitan belajar yang sering tidak disadari. Kemampuan motorik kasar membantu anak mengikuti permainan dan aktivits fisik, sementara motorik halus menunjang keterampilan seperti memegang pensil, menulis, dan membuka halaman buku.
3. Kesiapan bahasa dan komunikasi
Bahasa merupakan dasar dari proses menulis dan membaca. Keterampilan bahasa anak mencakup kemampuan memahami apa yang dikatakan orang lain serta mengeksprsikan pikiran dan perasaan secara verbal dengan cara yang dapat dimengerti.
4. Kesiapan kognitif
Keterampilan kognitif awal membantu anak memahami instruksi guru dan proses belajar di kelas. Anak yang terbiasa membaca bersama orang tua di rumah, akan lebih mudah memahami bahwa kata adalah simbol bahasa dan setiap huruf memiliki bunyi yang berbeda. Selain itu, stimulasi yang cukup membuat anak mengenal konsep ruang seperti di atas, di bawah, di dalam, warna, bentuk, serta aspek berbagai objek di sekitarnya.
5. Cara belajar
Setiap anak memiliki cara belajar yang berbeda, dipengaruhi oleh temperamen dan pengalaman sebelumnya. Ada anak yang belajar dengan penuh semangat, ada pula yang lebih berhati-hati. Sebagian anak lebih nyaman belajar berkelompok, sementara yang lain lebih fokus saat belajar mandiri. Memahami cara belajar anak menjadi bagian penting dari kesiapan sekolah.
Kesiapan anak masuk sekolah tidak boleh dianggap hal sepele. Anak dinilai siap masuk sekolah bukan karena usianya, tetapi karena telah menguasai lima komponen kesiapan tersebut. Orang tua memegang peran sentral dalam mendampingi, menstimulasi, dan membentuk kesiapan anak sejak dini agar pengalaman sekolah menjadi proses yang menyenangkan, bukan sumber tekanan.
Hingga kini, belum ada penelitian resmi yang menetapkan standar usia tunggal anak masuk sekolah. Namun, di Indonesia, usia enam atau tujuh tahun kerap dianggap sebagai patokan umum. Angka ini berkembang dan diterima secra luas di masyarakat, meskipun pada praktiknya kesiapan setiap anak dapat berbeda.



